Hari tasyrik yakni 11, 12, 13 Dzulhijjah adalah hari penuh kemuliaan, hari di mana jamaah haji melaksanakan ritual melempar jumrah, dan hari dimana umat Islam di negeri lainnya sibuk dengan menyembelih qurban. Banyak keutamaan dan amalan mulia yang sanggup dilaksanakan di hari Tasyrik. Tulisan yang sederhana ini akan menjelaskan beberapa di antaranya :
Hari ‘Ied kaum Muslimin
Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik termasuk hari Ied kaum Muslimin. Disebutkan dalam hadits,
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَهِىَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari-hari Tasyrik yaitu ‘id kami -kaum Muslimin-. Hari tersebut (Idul Adha dan hari Tasyrik) yaitu hari menyantap makan dan minum.“
Idul Adha dan hari Tasyrik yaitu hari yang paling mulia
Mengenai keutamaan hari Idul Adha dan hari Tasyrik (11, 12 ,dan 13 Dzulhijah) disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud,
إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling mulia di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala yaitu hari Idul Adha dan yaumul qorr (hari tasyrik).”
Hari tasyrik disebut yaumul qor karena pada ketika itu orang yang berhaji berdiam di Mina. Apabila dirinci mengenai keutamaan dari tiga hari Tasyrik ini, maka yang terbaik di antara tiga hari tersebut yaitu hari Tasyrik yang pertama, kemudian yang kedua, dan yang terakhir yaitu hari ketiga.
Idul Adha dan hari tasyrik, hari bersenang-Senang menyantap makanan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, bahwa Idul Adha dan hari Tasyrik yaitu hari kaum muslimin untuk menikmati makanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari-hari tasyriq yaitu hari menikmati masakan dan minuman.“
Dalam lafazh lainnya, dia bersabda,
وَأَيَّامُ مِنًى أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari Mina (hari tasyrik) yaitu hari menikmati masakan dan minuman.“
Yang dimaksud dengan hari Mina di sini yaitu ayyam ma’dudaat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“Wahai kaum Mukmin, perbanyaklah menyebut nama Allah pada hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah .” (QS. Al Baqarah: 203).
Hari tasyrik yaitu hari berdzikir
Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 203 di atas (yang artinya), “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” Ini menyampaikan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyrik.
Lalu apa saja dzikir yang dimaksudkan ketika itu? Beberapa dzikir yang diperintahkan oleh Allah di hari-hari tasyrik ada beberapa macam:
Pertama: berdzikir kepada Allah dengan bertakbir sesudah selesai menunaikan salat wajib. Perbuatan ini disyariatkan sampai selesai hari tasyrik sebagaimana pendapat dominan ulama. Hal ini juga diriwayatkan dari Umar, Ali, dan Ibnu Abbas.
Kedua: membaca tasmiyah (bismillah) dan takbir ketika menyembelih kurban. Waktu penyembelihan kurban berakhir pada selesai hari tasyrik (13 Dzulhijah) sebagaimana pendapat dominan ulama. Pendapat ini juga menjadi pendapat Imam Asy-Syafii dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad. Namun dominan sahabat beropini bahwa waktu menyembelih kurban hanya tiga hari yaitu hari Idul Adha dan dua hari Tasyrik setelahnya (11 dan 12 Dzulhijah). Pendapat kedua ini yaitu pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad, juga termasuk pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan kebanyakan ulama.
Ketiga: berdzikir memuji Allah Ta’ala ketika makan dan minum. Amalan yang disyariatkan ketika memulai makan dan minum yaitu membaca basmallah dan mengakhirinya dengan hamdalah.
Keempat: berdzikir dengan takbir ketika melempar jumroh di hari Tasyrik. Amalan ini khusus untuk orang yang berhaji.
Kelima: Berdzikir pada Allah secara mutlak alasannya kita dianjurkan memperbanyak dzikir di hari-hari Tasyrik. Sebagaimana Umar ketika itu pernah berdzikir di Mina di dalam kemahnya, kemudian orang-orang mendengar bunyi dzikirnya. Mereka pun bertakbir dan Mina risikonya penuh dengan takbir.
Memperbanyak doa “sapu jagat”
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Wahai kaum mukmin apabila kalian telah selesai melaksanakan haji, perbanyaklah menyebut nama Allah, menyerupai kalian banyak menyebut nama nenek moyang pada jaman jahiliyah, atau lebih banyak lagi. Ada orang-orang yang ketika wukuf di Arafah berdoa: “Wahai Tuhan kami, diberikanlah kepada kami kesenangan di dunia ini,” Orang seperti ini kelak di alam abadi tidak akan mendapat pahala sedikitpun . Ada juga orang yang ketika wuquf di Arafah berdoa: “Wahai Tuhan kami, diberilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di alam abadi serta selamatkanlah kami dari siksa api neraka.” (QS. Al Baqarah: 200-201).
Dari ayat ini, banyak ulama salaf menganjurkan membaca doa “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyrik. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ikrimah dan Atha.
Doa “sapu jagad” ini terkumpul di dalamnya seluruh kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam paling sering membaca doa ini. Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِىِّ-صلى الله عليه وسلم- «اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً ، وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً ، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ»
“Doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Allahumma Robbana atina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Wahai Allah, Rab kami, diberilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di alam abadi dan peliharalah kami dari siksa neraka].”
Di dalam doa tersebut telah terkumpul permohonan kebaikan di dunia dan akhirat.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Kebaikan di dunia yaitu ilmu dan ibadah. Kebaikan di alam abadi yaitu surga.” Sufyan Ats-Tsauri mengatakan, “Kebaikan di dunia yaitu ilmu dan rizki yang thoyib. Sedangkan kebaikan di alam abadi yaitu surga.“
Doa merupakan bab dari dzikir atau termasuk dzikir, bahkan doa termasuk dzikir yang paling utama.
Diriwayatkan dari Al-Jashshosh, dari Kinanah Al-Qurosy, dia mendengar Abu Musa Al-Asy’ariy menyampaikan pada ketika berkhutbah di hari An-Nahr (Idul Adha), “Tiga hari sesudah hari An-Nahr (yaitu hari-hari tasyrik), itulah yang disebut oleh Allah dengan ayyam ma’dudat (hari yang terbilang). doa pada hari tersebut tidak akan tertolak (pasti terkabul), maka segeralah berdoa dengan berharap pada-Nya.
Banyak bersyukur pada Allah
Pada hari Tasyrik terkumpul aneka macam macam nikmat badaniyah dengan makan dan minum, juga terdapat nikmat qolbiyah (nikmat hati) dengan berdzikir kepada Allah. Sebaik-baik hati yaitu yang sering berdzikir dan bersyukur. Dengan demikian nikmat-nikmat tersebut akan menjadi sempurna.
Jika kita didiberi taufik untuk mensyukuri nikmat, maka syukur yang gres itu sendiri yaitu nikmat. Sehingga perintah syukur selamanya tidak akan usai. Seorang penyair mengatakan: Idza kana syukri ni’matallah ni’matan, ‘alayya lahu fi mitsliha yajibusy syukr. Jika mensyukuri nikmat Allah yaitu nikmat, maka alasannya nikmat semisal inilah, kita wajib bersyukur pula.
Makan dan minum di hari Tasyrik untuk memperkuat ibadah
Hari tasyrik disebut dengan hari makan dan minum, juga dzikir kepada Allah. Hal ini menerangkan bahwa makan dan minum di hari raya menyerupai ini sanggup menolong kita untuk berdzikir dan melaksanakan ketaatan pada-Nya. Dengan inilah semakin tepat rasa syukur terhadap nikmat alasannya sanggup menolong melaksanakan ketaatan kepada Allah. Oleh alasannya itu, barangsiapa memakai nikmat Allah untuk bermaksiat, berarti dia telah kufur pada nikmat.
Maksiat inilah yang nantinya akan menghilangkan nikmat. Sedangkan bersyukur pada Allah itu akan menghilangkan bencana.
Semoga kita digampangkan untuk berzakat saleh dan selalu digampangkan mendapat ilmu yang berkhasiat, juga agar kita termasuk hamba Allah yang bersyukur atas segala nikmat.
Hukum Berpuasa pada hari Tasyrik
Tidak boleh berpuasa pada hari tasyriq berdasarkan kebanyakan pendapat ulama. Alasannya yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Hari-hari tasyriq yaitu hari makan dan minum.” An Nawawi rahimahullah memasukkan hadits ini di Shahih Muslim dalam Bab “Haramnya berpuasa pada hari tasyriq”.
An Nawawi rahimahullah dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim mengatakan, “Hari-hari tasyriq yaitu tiga hari sesudah Idul Adha. Hari tasyriq tersebut dimasukkan dalam hari ‘ied. Hukum yang berlaku pada hari ‘ied juga berlaku mayoritasnya pada hari tasyriq, menyerupai hari tasyriq mempunyai kesamaan dalam waktu pengaplikasian penyembelihan qurban, diharamkannya puasa dan dianjurkan untuk bertakbir ketika itu.”
Hari tasyriq disebutkan tasyriq (yang artinya: terbit) alasannya daging qurban dijemur dan disebar ketika itu.
Imam Malik, Al Auza’i, Ishaq, dan Imam Asy Syafi’i dalam salah satu pendapatnya menyatakan bahwa boleh berpuasa pada hari tasyriq pada orang yang tamattu’ bila ia tidak memperoleh al hadyu (sembelihan qurban). Namun untuk selain mereka tetap tidak diperbolehkan untuk berpuasa ketika itu. Dalil dari pendapat ini yaitu sebuah hadits dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah, mereka mengatakan,
لَمْ يُرَخَّصْ فِى أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ ، إِلاَّ لِمَنْ لَمْ يَجِدِ الْهَدْىَ
“Pada hari tasyriq tidak didiberi dispensasi untuk berpuasa kecuali bagi orang yang tidak mendapat al hadyu ketika itu.”
Diolah dari goresan pena Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal (Pengasuh rumaysho.com)
Sumber Artikel : http://www.arrahmah.com/
Advertisement