Sebagai umat yang diberiman, kemunculan bulan ramadhan disambut dengan perasaan senang penuh suka cita sebagai bulan yang penuh keberkahan, bulan Al-Qur’an, bulan ampunan, bulan menyayangi, bulan doa, bulan taubat, bulan kesabaran, dan bulan pembebasan dari api neraka serta disebut pula dengan bulan pendidikan (syahru al-tarbiyah) bagi manusia. Dimaknai sebagai bulan pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 183 “ Hai orang-orang yang diberiman, diwajibkan atas kau berpuasa sebagaimana yang diwajibkan atas orang-orang sebelum kau supaya kau bertaqwa” Dari ayat tersebut di atas, bahwa puasa ramadhan merupakan perjuangan yang diniati secara sengaja untuk melaksanakan perubahan sikap dari insan diberiman menjadi insan yang bertaqwa. Nilai yang sangat fundamental dari ibadah puasa yaitu meraih taqwa, taqwa merupakan suatu kesadaran pada diri seseorang yang senantiasa mengmunculkan Allah Swt. kapanpun dan dimanapun berada.
Allah Swt, menyediakan Ramadhan sebagai madrasah bagi kaum diberiman untuk memusatkan dirinya mengisi ulang (recharge) keimanan dan takwa sebagai sarana pembangunan huruf yang menjadi sentra kendali arah bagi pembangunan fisik dan sumber daya insan muslim.
Menurur Ali Abdul Wahid Wafi dalam Sukron Maksum (2009) , terdapat korelasi antara puasa dengan ketaqwaan, korelasi tersebut sanggup dilihat dari empat dimensi, pertama puasa menuntut orang yang menjalankannya untuk menahan diri dari hasrat-hasrat biologis kebutuhan vital badan demi mengimplementasikan perintah Allah dan mendekatkan diri padaNya. Tuntutan ini hanya bisa dipenuhi dengan tugas ketaqwaan, rasa takut dan ketaatan kepada Allah. Kedua, puasa tercermin dalam hal-hal negatif yang hanya diketahui Allah, tidak terlihat orang lain. Dengan demikian, orang yang berpuasa ini benar-benar ikhlas demi mencari ridho Allah tanpa dikotori noda-nodanya. Ketiga, orang yang sedang berpuasa ia menahan diri dari makan dan minum sehingga sanggup menurunkan kekuatan badan sekaligus melemahkan efek kekuatan ini pada seorang hamba. Ketika kekuatan dan efek kekuatan ini melemah dalam diri seseorang maka nafsunya juga ikut melemah dan jiwanya membersihkan, maka ketaqwaannya meningkat dan jauh dari perbuatan-perbuatan maksiat. Sebagian besar perbuatan maksiat tiba dari badan dan hawa nafsu. Keempat, puasa melatih harapan untuk menguasai hasrat dan hawa nafsu, sehingga seseorang mendapat kekuatan kekebalan terhadap hasrat dan hawa nafsu ini pada dikala tidak berpuasa. Disaat seseorang berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, peranan puasa tersebut sama dengan peranan plasma darah (serum) dalam melindungi tubuh. Sebagaimana halnya plasma yang bekerja memdiberikan daya tahan pada badan yang membuatnya bisa melawan jenis-jenis bakteri tertentu, maka puasa pun memdiberikan kekuatan (kekebalan) pada jiwa yang membuatnya bisa melawan hawa nafsunya.
Sebagai bulan tarbiyah (pendidikan) sekurang-kurangnya ada enam skor pendidikan yang terkandung dalam puasa ramadhan;
Pertama; puasa mengembangkan kecerdasan emosi. Sesuai hakikat puasa puasa yaitu menahan diri dan menahan hawa nafsu bukan membunuh hawa nafsu, puasa mendidik insan supaya sanggup melaksanakan pengendalian diri (self controll) dan pengaturan diri (self regulation). Emosi mempunyai kecenderungan yang bersifat negatif. Menurut Sigmund Freud, hawa nafsu (id) insan lebih mengedepankan prinsip harapan semata untuk mencapai kesenangan. Karena insan tidak sanggup mengendalikan diri baik emosi maupun nafsu, tidak sedikit insan yang sebelumnya terhormat kemudian terjatuh sebab ketidaksanggupan mengendalikan diri. Orang yang menyerupai ini digambarkan dalam Al-Quran tergolong derajat yang paling rendah. ”Kemudian kami kembalikan insan dalam keadaan yang serendah-rendahnya. (QS. At-Tin: 5). Kecerdasan emosi juga mencakup rasa peduli, motivasi diri (self motivation) dan kecakapan sosial, berteman dan diberinteraksi dengan orang lain (social skill). Ketika seseorang sedang berpuasa sama-sama marasakan haus dahaga, lapar sebagaimana dirasakan oleh orang-orang yang tidak punya atau orang miskin, dari situlah sebagai orang yang berkecukupan bahkan kekayaannya berlimpah ruah, ketika sedang berpuasa ia turut mencicipi apa yang dirasakan oleh orang-orang yang serba kekurangan betapa penderitaan dan kesedihan yang senantiasa menyertai hidupnya.
Dari lapar dan dahaga, betapa kita sanggup mencicipi mereka yang berada di garis kemiskinan, insan papa yang berada di kolong-kolong jembatan, atau kaum tunawisma yang kerap berselimutkan masbodoh di malam hari atau terpanggang terik matahari di siang hari. Ini yaitu suatu sistem, cara mudah melatih mencintai jiwa dan nurani manusia. Adakah cara yang paling efektif untuk melatih cinta? Bukankah kita tahu bahwa selalu ada dua sistem yang saling terkait yang melihat dan yang buta, yang cendikia dan yang awam, serta yang teratur dan yang mengejutkan. Jika cinta antara orang kaya yang lapar terhadap orang miskin yang lapar tercipta, maka untaian hikmah kemanusiaan di dalam diri menemukan kekuasaannya sebagai "sang juru selamat. Orang yang berpunya dan hatinya selalu diasah dengan puasa, maka indera pendengaran jiwanya mendengar bunyi sang fakir yang merintih. Ia tidak serta merta mendengar itu sebagai bunyi mohon pengasa, melainkan permohonan akan sesuatu hal yang tidak ada jalan lain untuk disambut, direngkuh dan direspon akan makna tangisannya itu
Dengan berpuasa, insan dididik untuk menjadi langsung yang mau peduli terhadap sesama. Hal ini digambarkan, setiap orang yang berpuasa diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah. Selain berfungsi untuk berfungsi mensucikan diri sendiri (tazkiyat al-nafs), juga bermakna supaya orang yang berpuasa mempunyai kepedulian terhadap orang-orang yang tidak mampu. Dengan berpuasa, umat Islam akan mencicipi bagaimana penderitaan orang-orang miskin yang tidak makan dan minum. Sehingga akan lahir kepekaan sosial untuk saling membuatkan bersama, menolong dan membantu orang yang membutuhkan. Selain zakat fitrah, juga diingatkan untuk mengeluarkan zakat mal (harta benda, termasuk zakat profesi). Meskipun, zakat mal tidak harus dikeluarkan pada bulan ramadhan, setidaknya umat Islam diingatkan untuk mengeluarkan kewajibannya. Selain itu, memdiberikan infaq dan shadaqah pada bulan ramadhan sangat dianjurkan sebab mempunyai pahala yang berlipat ganda.
Kedua; puasa mendidik kejujuran. Orang yang sedang berpuasa atas dasar imanan wahtishaban, ia tidak akan makan dan minum serta melaksanakan hal-hal yang membatalkan puasa betapapun tidak ada orang yang melihat dan tidak ada orang yang tahu kecuali dirinya dan Allah. Dalam puasa sendiri, mendidik insan supaya menjadi orang yang jujur. Seseorang itu apakah sedang berpuasa atau tidak, yang mengetahui hanyalah dirinya sendiri dan Allah swt. Sehingga digambarkan puasa hanya untuk Allah, maka Allah sendiri yang akan memdiberikan pahalanya. Tentunya sejatinya kejujuran orang yang berpuasa terus dipelihara sepanjang kehidupan sehari-hari.
Ketiga: puasa mendorong dan mendidik insan supaya selalu berguru dalam rangka memperoleh dan meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan
Keempat, puasa mendidik kesetaraan. Dalam ibadah puasa, Islam memandang insan mempunyai kesamaan derajat. Mereka yang mempunyai banyak harta, status sosial yang yang tinggi, mempunyai dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau bahkan orang yang tak mempunyai sepeserpun ketika sedang berpuasa , tetap mencicipi hal yang sama yaitu : lapar dan haus. Puasa ramadhan memdiberikan pendidikan kepada kaum muslimin wacana sikap egaliter, kesetaraan dan tidak diskriminatif berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah . kalau sholat bisa menghapus gambaran sombongsi individual insan diwajibkan bagi insan muslim, haji sanggup mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat insan diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa yaitu kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitivitas insan dengan metode amaliah (praktis), gotong royong kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Kelima, puasa mendidik sikap disiplin. Puasa yaitu ibadah paling belakang layar di mata manusia, yang bisa menumbuhkan sikap disiplin diri, merasa diawasi (muraqabah) oleh Allah. Sikap ini akan memunculkan perasaan ada pengawasan diri sendiri dan dikala mengawasi itu kita pun sadar bahwa kita sedang diawasi oleh Zat Yang Maha Mengetahui segala-galanya. Kita sadar bahwa sedang disorot oleh “kamera” Ilahi yang sangat tajam, kita akan menghindarkan diri dari bujuk rayu setan dan hawa nafsu. Pendidikan disiplin dalam berpuasa mencakup disiplin menunaikan kewajiban dan melaksanakan perintah sebagaimana perintah Allah untuk berpuasa menyerupai ditegaskan dalam surat al-Baqoroh ayat 183 (Kutiba ‘alaikumusshiyam). Bagi orang berpuasa sebab sakit atau sedang dalam perjalanan dibolehkan berbuka akan tetapi wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari yang lain dan bagi yang tidak berpengaruh berpuasa diwajibkan membayar fidiah dengan memdiberi makan orang miskin. Disiplin dalam waktu yakni disunatkan menyegerakan berbuka ketika telah tiba waktu berbuka puasa, disiplin fisik dan aturan yakni mematuhi untuk tidak makan, minum dan berafiliasi suami isteri semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Keenam; puasa mendidik sabar, betapapun kita merasa haus mencekik tenggorokkan dan lapar melilit perut, ketika waktu magrib belum tiba, kita tidak diperbolehkan bersentuhan dengan makan dan minuman meskipun itu halal melainkan kita harus bersabar menunggu sampai waktu berbuka tiba.
Referensi:
Dikompilasi dari banyak sekali rujukan
M. Syukron Maksum, Kedahsyatan Puasa, Jadikan Hidup Penuh Berkah, Pustaka Marwa, Yogyakarta, 2009
Advertisement